Minggu, 08 Januari 2012

matematika


matematika diskrit

BAB  I     STRUKTUR  ALJABAR 


Sebuah sistem dimana terdapat sebuah himpunan dan satu atau lebih dari satu operasi n-ary, yang didefinisikan pada himpunan tersebut, dinamakan sistem aljabar. Selanjutnya, sebuah sistem aljabar akan dinyatakan dengan (S,f1 ,f2 ,f3 ,...,fn) dimana S sebuah himpunan tidak kosong dan f1 , f2 , ...., fn  operasi-operasi yang didefinisikan pada S. Sebagai contoh, (Z,+) adalah sebuah sistem aljabar yang dibentuk oleh himpunan bilangan bulat Z dan operasi penjumlahan biasa ; (Z,+,x) adalah sebuah sistem aljabar yang dibentuk oleh himpunan bilangan bulat dan dua buah operasi biner.
Sistem aljabar yang termasuk dalam pokok bahasan Matematika Diskrit yang akan diberikan adalah sistem aljabar satu operasi biner dan sistem aljabar dua operasi biner. Sebelum melihat jenis-jenis sistem aljabar dan konsep-konsep yang berkaitan dengannya, kita akan tinjau lebih dahulu operasi biner dan sifat-sifat operasi biner.

1.1. OPERASI BINER

Operasi biner pada himpunan tidak kosong S adalah pemetaan dari S x S kepada S. Notasi yang digunakan untuk menyatakan operasi biner adalah +, x, *, · , Å , Ä , dan sebagainya. Hasil dari sebuah operasi, misalnya Ä , pada elemen a dan b akan ditulis sebagai a Ä b.
            Contoh 1.1.  
            Operasi berikut adalah beberapa contoh operasi biner :
-. Operasi pembagian pada bilangan riil.
            -. Warna rambut anak yang ditentukan oleh warna rambut orang tuanya.
            -. Operasi biner Å yang didefinisikan sebagai   a Å b = a + b – 2ab.                    ð



1.2. SIFAT OPERASI BINER

            Sifat-sifat yang dimiliki oleh sebuah sistem aljabar nantinya ditentukan oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap operasi di dalam sistem aljabar tersebut. Berikut akan diuraikan sifat-sifat yang dapat dimiliki oleh sebuah operasi biner.
Misalkan  *  dan  Å  adalah operasi biner.  Operasi * dikatakan :
-. KOMUTATIF ,        jika  a * b = b * a, untuk setiap   a, b.
-. ASOSIATIF,           jika  (a * b) * c  = a * (b * c), untuk setiap   a, b, c.
-. Mempunyai :
IDENTITAS, jika terdapat  e  sedemikian hingga a * e = e * a = a, untuk setiap a.
IDENTITAS KIRI, jika terdapat e1 sedemikian hingga e1 * a = a, untuk setiap a.
IDENTITAS KANAN, jika terdapat e2 sedemikian hingga a * e2 = a, untuk setiap
-. Mempunyai sifat INVERS, jika untuk setiap  a  terdapat  a-1  sedemikian hingga      a * a-1 = a-1 * a = e, dimana  e adalah elemen identitas untuk operasi  *.                a-1 disebut invers dari elemen  a.
-. DISTRIBUTIF terhadap operasi  Å , jika untuk setiap a, b, c  berlaku  a * (b Å c ) = ( a * b) Å (a * c)  dan  (b Å c ) * a = ( b * a) Å (c * a).

            Contoh 1.2.
            Operasi biner penjumlahan biasa adalah sebuah operasi yang bersifat komutatif, karena untuk sembarang bilangan  x  dan  y berlaku  x+y = y+x. Operasi penjumlahan bersifat asosiatif, karena untuk sembarang x, y, z berlaku (x+y)+z = x+(y+z). Identitas untuk operasi penjumlahan adalah 0 (nol). Invers penjumlahan untuk sembarang bilangan p adalah –p, karena  p+(-p)=0.
                                                                                                                                         ð
Contoh 1.3.
-. Operasi perkalian bersifat distributif terhadap operasi penjumlahan, karena untuk setiap bilangan  a, b dan c  berlaku    a x (b+c) = (a x b) + (a x c) dan    (b + c) x a = (b x a) + (c x a).
-. Operasi penjumlahan tidak bersifat distributif terhadap operasi perkalian, karena terdapat   p, q  dan  r  dimana  p + (q x r)  ¹  (p + q) x (p + r). Sebagai contoh    2 + (3 x 4)  ¹ (2 + 3) x (2 + 4).   ð

           

Himpunan  S  dikatakan tertutup terhadap terhadap operasi biner * ,  jika untuk setiap  a, b Î S  berlaku  a * b Î S

Contoh 1.4.
-.   Himpunan bilangan bulat  Z  tertutup terhadap operasi penjumlahan biasa, karena untuk setiap  x, y Î Z berlaku  x + y Î Z.
-. Himpunan bilangan bulat  Z  tidak tertutup terhadap operasi pembagian biasa, karena terdapat   2, 3 Î Z  dimana  2 : 3 Ï Z.                                                                                     ð

Soal Latihan 1.1.
1.     Tunjukkan bahwa himpunan bilangan genap tertutup terhadap operasi penjumlahan.
2.     Tunjukkan bahwa operasi penjumlahan bersifat asosiatif pada himpunan bilangan kelipatan 2.
3.     Misalkan A adalah himpunan bilangan asli. Operasi biner * didefinisikan pada himpunan tersebut. Selidiki sifat asosiatif operasi biner yang didefinisikan sebagai berikut :         [LIU]
a.     a * b = a + b + 3.
b.     a * b = a + b – 2ab.
c.      a * b = a + 2b.
d.    a * b = max (a,b).
4.     Misalkan (A,*) sebuah sistem aljabar dengan * operasi biner dimana untuk setiap a,b Î A berlaku  a * b = a. Tunjukkan bahwa  * bersifat asosiatif.                                                      [LIU]
Å
a
b
c
d
e
a
a
b
c
b
d
b
b
c
a
e
c
c
c
a
b
b
a
d
b
e
b
e
d
e
d
b
a
d
c

 
5.    Operasi biner Å  didefinisikan pada himpunan C = {a, b, c, d, e} dalam tabel berikut :




a. Tentukan b Å d, c Å d dan (a Å d) Å c.
b.  Apakah operasi Å bersifat komutatif ?.
c. Tentukan (bila ada) elemen identitas untuk operasi Å.

Pertemuan Ke-2
                                                                                                                                                      

1.3. SISTEM ALJABAR SATU OPERASI

            Sistem aljabar satu operasi  (S,*) dibentuk oleh sebuah himpunan dan sebuah operasi yang didefinisikan terhadapnya. Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki, sistem aljabar satu operasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis seperti yang akan diuraikan berikut ini.

 

1.3.1. SEMIGROUP

            Sistem aljabar  (S, *) merupakan semigroup, jika
1.  Himpunan S tertutup di bawah operasi *.
2.  Operasi * bersifat asosiatif.

Contoh 1.5.
(Z,+) merupakan sebuah semigroup                                                                        ð

Jika operasi biner pada semigroup (S,*) tersebut bersifat komutatif, maka semigroup (S,*) disebut juga semigroup abel.

Contoh 1.6.
(Z,+) merupakan sebuah semigroup abel                                                               ð

1.3.2. MONOID

            Sistem aljabar  (S, *) merupakan monoid, jika
1.  Himpunan S tertutup di bawah operasi * .
2.  Operasi * bersifat asosiatif.
3.  Pada S terdapat elemen identitas untuk operasi * .

Contoh 1.7.
(Z,+) merupakan sebuah monoid dengan elemen identitas penjumlahan .    ð

Jika operasi biner pada monoid (S,*) tersebut bersifat komutatif, maka monoid (S,*) disebut juga monoid abel.

Contoh 1.8.
Sistem aljabar (Z,+) merupakan sebuah monoid abel                                          ð

1.3.3. GROUP

            Sistem aljabar  (S, *) merupakan monoid, jika
1.  Himpunan S tertutup di bawah operasi * .
2.  Operasi * bersifat asosiatif.
3.  Pada S terdapat elemen identitas untuk operasi * .
4.  Setiap anggota S memiliki  invers untuk operasi * dan invers tersebut merupakan anggota S  juga.

Contoh 1.9.
(Z,+) merupakan sebuah group                                                                                 ð

Jika operasi biner pada group (S,*) tersebut bersifat komutatif, maka group (S,*) disebut juga group abel.

Contoh 1.10.
Sistem aljabar (Z,+) merupakan sebuah group abel                                             ð

Soal Latihan 1.2.
1.    Tunjukkan bahwa himpunan bilangan kelipatan dua membentuk group di bawah operasi penjumlahan.
2.    Misalkan (A,*) sebuah semigroup dan a sebuah anggota A. Pada himpunan A tersebut didefinisikan operasi biner  dimana  x  y = x * a * y. Tunjukkan bahwa operasi  tersebut bersifat asosiatif.                                                                                                                                         [LIU]
3.    Misalkan (A,*) sebuah semigroup komutatif. Tunjukkan bahwa jika   a * a = a dan b * b = b, maka  (a * b) * (a * b) = a * b.                                                                                                      [LIU]

Pertemuan Ke-3

1.3.4. SUBGROUP

            Misalkan  (G,*) sebuah group dan  H Í G.  Jika  (H,*) membentuk group, maka  (H,*)  merupakan subgroup dari group (G,*).

Contoh 1.11.
(Z,+) merupakan sebuah group. Misalkan  A2 ={ x | x = 3n, n Î Z }. Jelas bahwa  A2 Í Z. Karena  (A2,+) membentuk group,  maka  (A2,+) merupakan subgroup dari group (Z,+). ð

Contoh 1.12.
Diketahui  Z4 = {0, 1, 2, 3} dan operasi biner  Å  didefinisikan sebagai 
.
(Z4 , Å)  adalah sebuah group. 
Misalkan  B = {0, 2}. Jelas bahwa B Í Z4 .  (B , Å)  merupakan subgroup dari group (Z4 , Å).  Sedangkan  C = {0, 1, 2}, yang juga merupakan himpunan bagian dari Z4 ,  bukan merupakan subgroup dari group Z4 .                                                                                              ð

1.3.5. SUBGROUP SIKLIK

            Misalkan (G,*) sebuah group dengan elemen identitas e Î G. Jika a Î G, maka subgroup siklik yang dibangun oleh  a  adalah himpunan  
                                           gp(a)   = { ... , a-2 , a-1 , a0 , a1 , a2 , ... }
                                                      = { an | n Î Z }.
Dimana a0 = e. Dalam hal ini berlaku pula hukum eksponen, am * an = am+n untuk m,nÎZ. Sebagai contoh,  a4 * a2 = a6 ,  a1 * a1 = a2 .
            Untuk  n Ï Z+ , an dapat dicari dengan mengingat bahwa a0 = e dan hukum eksponen a0 = a1 * a-1.  Berdasarkan kedua hal tersebut, maka  a-1 adalah  invers dari  a  untuk operasi * dan  a-2 , a-3 dan seterusnya dapat dicari.
           
Order dari subgroup siklik gp(a) = { an | n Î Z } adalah integer positif  m  terkecil sedemikian hingga  am = e.

Contoh 1.13.
Perhatikan group (Z4, Å) dari contoh 1.12. di atas. Elemen identitas pada group tersebut adalah 0. Subgroup siklik yang dibangun oleh  2 Î Z4 adalah gp(2) = { 2n | n Î Z } = {0, 2}.  Order dari gp(2) tersebut adalah 2.                                                                                                         ð

            Jika terdapat  x Î G sedemikian hingga  gp(x) = G, maka group G disebut group siklik dan  elemen  x  tersebut dinamakan generator dari G.

Contoh 1.14.
Perhatikan group (Z4,Å) dari contoh 1.12. Subgroup siklik yang dibangun oleh  1 Î Z4 adalah gp(1) = { 1n | n Î Z } = {0, 1, 2, 3}. Oleh karena gp(1) = Z4, maka (Z4,Å) merupakan group siklik dan 1 merupakan generator.                                                                                              ð

1.3.6. SUBGROUP NORMAL

            Misalkan (G,*) sebuah group dan (H,*) merupakan subgroup dari group (G,*). Koset kiri dari H adalah himpunan  a*H = { a * h |  " h Î H } dan koset kanan dari H adalah    H*a = { h * a |  " h Î H }, untuk setiap a Î G.

            Contoh 1.15.
(Z4 , Å)  adalah group dan B = {0 , 2} adalah subgroup dari  (Z4 , Å).  Koset kiri dari  B  adalah  a Å B untuk setiap  a Î Z4   :   0 Å B = {0 , 2} , 1 Å B = {1 , 3} , 2 Å B = {0 , 2} , dan 3 Å B = {1 , 3}. Jadi, koset kiri dari B adalah {0,2} dan {1,3}. Koset kanan dari  B  adalah  B Å a untuk setiap a Î Z4  : B Å 0 = {0 , 2}, B Å 1 = {1 , 3} , B Å 2 = {0 , 2} , dan B Å 3 = {1 , 3}. Jadi, koset kanan dari B adalah {0,2} dan {1,3}                                                                                                                ð

Suatu subgroup (H,*) dari group (G,*) merupakan subgroup normal jika untuk setiap  a Î G berlaku  a*H = H*a   (koset kiri H = koset kanan H, untuk setiap anggota G).

Contoh 1.16.
B = {0 , 2} yang merupakan subgroup dari (Z4 , Å) adalah subgroup normal dari (Z4 , Å), karena untuk setiap  a Î Z4 ,  a Å B = B Å a.                                                                         ð
           
Himpunan koset dari subgroup normal H pada group (G, *) membentuk group kuosien di bawah operasi perkalian koset.

Contoh 1.17.
Koset dari B = {0 , 2} yang merupakan subgroup dari (Z4,Å) adalah {0 , 2} dan {1 , 3}. Himpunan {{0 , 2}, {1 , 3}} membentuk group kuosien di bawah operasi perkalian koset. 
Ä
{0 , 2}
{1 , 3}
{0 , 2}
{0 , 2}
{1 , 3}
{1 , 3}
{1 , 3}
{0 , 2}
                                                                                                                                         ð
Soal Latihan 1.3.
1.    Tentukan subgroup siklik yang dibangun oleh  3 dari group (Z,+).
2.    Operasi biner Ä  dari group (V, Ä) didefinisikan dalam bentuk tabel berikut.
Ä
e
a
b
c
e
e
a
b
c
a
a
b
c
e
b
b
c
e
a
c
c
e
a
b
a.      Tentukan subgroup siklik yang dibangun oleh setiap anggota V dan tentukan ordernya.
b.      Apakah V merupakan group siklik ? Jelaskan !
3.    Himpunan bilangan kelipatan 3 merupakan himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat Z. Diketahui bahwa (Z,+) adalah sebuah group abel. Selidiki apakah himpunan bilangan kelipatan 3 merupakan subgroup normal dari group (Z,+).  Jika ya, tentukan koset kiri dari himpunan tersebut.

Pertemuan Ke-4

 

1.4. SISTEM ALJABAR DUA OPERASI

            Sebuah sistem aljabar dengan dua operasi (S, +, *) dibentuk oleh sebuah himpunan, sebuah operasi aditif ‘+’ dan sebuah operasi multiplikatif ‘*’. Sistem aljabar dengan dua operasi yang akan dibahas di sini adalah ring dan field.

1.4.1. RING

             Sebuah sistem aljabar (S,+,*) adalah sebuah ring jika sifat-sifat berikut dipenuhi :
1.    (S, +) merupakan group abel.
2.    Himpunan S tertutup terhadap operasi *.
3.    Operasi * bersifat asosiatif, untuk setiap  x, y, z Î S  berlaku  (x * y ) * z = x * ( y * z).
4.    Untuk setiap  x, y, z Î S  berlaku hukum distributif kiri  x *( y + z) = (x * y) + (x * z) dan hukum distributif kanan (y + z) * x = (y * x) + (z * x).

Contoh 1.18.
Sistem aljabar (Z,+,x) merupakan sebuah ring.                                                     ð

Jika kedua operasi biner pada ring (S,+,*) bersifat komutatif, maka ring tersebut merupakan ring komutatif.

Contoh 1.19.
Operasi x pada ring (Z,+,x) bersifat komutatif. Dengan demikian (Z,+,x) merupakan sebuah ring komutatif.                                                                                                                       ð

Jika pada ring  (S,+,*)  terdapat  e Î S dimana  a * e = e * a = a,  untuk setiap aÎS, maka ring tersebut merupakan ring berunitas. Elemen e tersebut merupakan identitas untuk operasi multiplikatif * dan dinamakan unitas. Elemen identitas untuk operasi aditif pada ring (S,+,*)  disebut elemen nol (zero element).


Contoh 1.20.
Ring  (Z,+,x)  merupakan ring berunitas dengan 1ÎZ sebagai unitas dan 0ÎZ sebagai elemen nol.                                                                                                                                  ð

            Jika operasi *  pada ring  (S,+,*)  bersifat komutatif dan terdapat  e Î S dimana  a * e = e * a = a,  untuk setiap aÎS, maka (S,+,*)  merupakan ring komutatif berunitas.

Contoh 1.21.
Ring  (Z,+,x)  merupakan ring komutatif berunitas.                                               ð

Jika pada ring berunitas (S,+,*),  untuk setiap a Î S, a bukan elemen nol, terdapat  a-1 Î S sedemikian hingga   a * a-1 = a-1 * a = e, maka ring tersebut merupakan division ring.

Contoh 1.22.
Ring (Z,+,x) bukan merupakan division ring, karena untuk  2 Î S invers perkaliannya adalah  ½  Ï Z.                                                                                                                                  ð

1.4.2. FIELD

             Sebuah sistem aljabar (S,+,*) adalah sebuah field jika sifat-sifat berikut dipenuhi :
1.    (S, +,*) merupakan division ring.
2.    (S - {0}, *) merupakan group abel, dimana  0  merupakan elemen nol.

Contoh 1.23.
Sistem aljabar (R,+,x) merupakan field  (R = himpunan bilangan riil).              ð


1.4.3. SUBRING

             Misalkan (S,+,*) sebuah ring dan A sebuah himpunan bagian yang tidak kosong dari S. Himpunan A merupakan subring dari ring S, jika (A,+,*) merupakan ring.

Contoh 1.24.
Himpunan bilangan bulat Z merupakan himpunan bagian dari himpunan bilangan riil R. Sistem aljabar (R,+,x) merupakan sebuah ring. Oleh karena (Z,+,x) merupakan ring, maka (Z,+,x)  merupakan subring dari ring (R,+,x)   .                                                                     ð

Soal Latihan 1.4.
1.     Nyatakan Benar atau Salah.
______   Setiap field merupakan sebuah ring.
______   Setiap ring memiliki identitas multiplikatif.
______   Perkalian pada sebuah field bersifat komutatif.
______   Penjumlahan pada setiap ring bersifat komutatif.
2.     Selidiki apakah sistem aljabar berikut merupakan ring. 
a.    (Z+, +, x).
b.    (Zn , + , x) ; Zn = { p x n | p Î Z }.
3.     Diketahui  (Z, +, x) merupakan sebuah ring. Selidiki apakah himpunan bilangan kelipatan 2 merupakan subring dari ring (Z, +, x).
4.    Diketahui  M2 = { B ½ B matriks riil ordo 2x2}. Pada M2 didefinisikan operasi penjumlahan matriks +2 dan  operasi perkalian matriks  x2. Selidiki sistem aljabar (M2 , +2 , x2 ).




Pertemuan Ke-5

BAB II  KOMBINATORIK


2.1. PERMUTASI DAN KOMBINASI

Sebuah permutasi dari sebuah himpunan obyek-obyek berbeda adalah penyusunan berurutan dari obyek-obyek tersebut.

Contoh 2.1.
Misalkan S = {1, 2, 3}. Susunan  3 1 2 adalah sebuah permutasi dari S. Susunan   3 2   adalah sebuah  permutasi-2  (2-permutation)  dari S                                                          ð

Banyak  permutasi-r  dari himpunan dengan n obyek berbeda dinyatakan sebagai P(n,r) dimana  
P(n,r) = n . (n - 1) . (n - 2) . (n - 3) . ... . (n – r + 1).
Jika  r  =  n , maka
P(n,n) = n . (n - 1) . (n - 2) . (n - 3) . ... . (n – n + 1).
                                        = n . (n - 1) . (n - 2) . (n - 3) . ... . 1
                                        = n !
atau ditulis           Pn = n !

Contoh 2.2.
P(8,3)      =   8. 7. 6   =   336
                =       =                                                        ð

Rumus umum     :   n . (n-1) . (n-2)  = 
                                    P(n,r) =


Sebuah kombinasi-r elemen-elemen dari sebuah himpunan adalah pemilihan tak berurutan (tanpa memperhatikan urutan)  r  elemen dari himpunan tersebut.

Contoh 2.3.
Jika S = {1, 2, 3, 4}, susunan { 1, 3, 4 } adalah sebuah kombinasi-3 dari S.      ð

            Banyaknya kombinasi-r (r-combinations) dari sebuah himpunan dengan n obyek berbeda dinyatakan sebagai  C(n,r)   atau     atau   .
Rumus umum     :       
                                        Jika  r = n,    maka      

Contoh 2.4.
Misalkan   S = {1, 2, 3, 4}.
Kombinasi-4 dari S adalah { 1, 2, 3, 4 }   ;    .
Kombinasi-3 dari S adalah { 1, 2, 3}, {1, 2, 4}, {2, 3, 4}, {1, 3, 4}   ;  .
Tentukan                                                                                       ð

Soal Latihan 2.1. 
1.    Tunjukkan bahwa  P(n,n-1) = P(n,n).
2.    Nomor telephon internal dalam sebuah kampus terdiri dari lima angka dimana angka pertama tidak sama dengan nol. Banyaknya nomor telephon berbeda yang dapat disusun di kampus tersebut adalah ......... .
3.    Pada sebuah lingkungan RT, penduduknya berencana menyelenggarakan acara peringatan kemerdekaan Indonesia. Demi lancarnya kelangsungan acara tersebut, mereka bersepakat untuk menyusun sebuah kepanitiaan yang beranggotakan 12 orang. Jika dalam lingkungan tersebut terdapat 16 pasangan suami istri, berapa pilihan yang mereka miliki untuk membentuk kepanitiaan yang beranggotakan 4 wanita dan 8 pria ?


Soal Latihan 2.2.
1.    Sebuah himpunan yang tidak kosong dan mengandung  26  anggota memiliki himpunan bagian yang mengandung 6 anggota sebanyak  ............ .
2.    Tunjukkan bahwa   C(n,n-r)  =  C(n,r) .


Soal Latihan 2.3.
1.  Seorang mahasiswa harus menjawab 8 dari 10 soal ujian Matematika  Diskrit.
a.      Berapa banyak pilihan yang ia miliki ?
b.      Berapa banyak pilihan yang ia miliki jika ia harus menjawab 3 soal pertama.
2.  Jika  P (n,k)  menyatakan permutasi  k  dari  n  obyek   dan  C (n,k)   menyatakan kombinasi  k  dari  n   obyek , maka pernyataan yang benar adalah :
a.  C (n ,k ) – P (n ,k ) =  ½ C (n ,k ).
b.  C (n ,k ) =  P (n ,k ) . P (k ,k ).
c.  P (n ,k ) =  C (n ,k ) . P (k ,k ).
d.  P (n , n – k ) = C (n ,n – k  ) P (k  ,k ).


2.2. KOMBINASI PADA HIMPUNAN DENGAN PENGULANGAN

            Sebuah himpunan disebut himpunan ganda (himpunan dengan pengulangan) jika setiap anggotanya berulang.

Contoh 2.5.
1).   A = { 3.a,  2.b,  5.c } adalah sebuah himpunan dari 3 elemen berbeda dengan pengulangan hingga.
2).   B = { ~.3,  ~.5,  ~.7, ~.9 } adalah sebuah himpunan dari empat elemen berbeda dengan pengulangan tak hingga.
3).   C =  { ~.p,  10.q,  3.r, ~.s } adalah sebuah himpunan dari empat elemen berbeda dengan pengulangan.
                                                                                                                                                     ð

            Misalkan A sebuah himpunan ganda berpengulang tak hingga dengan k  anggota berbeda. Banyaknya kombinasi-r  pada  A  dinyatakan sebagai :

Contoh 2.6.
Diketahui  S = { ~.a } . Banyaknya kombinasi-5 pada S adalah :

                                                                                                                                                     ð

Soal Latihan 2.4.
1.    Tentukan kombinasi-5  dari  B = { ~.a, ~.b} .
2.    Banyaknya kombinasi-8  dari  C = { ~.a, ~.b, ~.c } .
3.    Banyaknya kombinasi-8 dari himpunan { ~.p, ~.q, ~.r }  yang mengandung paling sedikit 4   buah  q   adalah ........... .
4.    Hitung banyaknya kombinasi 10 dari himpunan { ~.1, ~.2, ~.3, ~.4 } yang
       a. mengandung paling sedikit 4 buah 3.
b. mengandung paling sedikit 5 buah 2.
c. mengandung paling sedikit 4 buah 3  dan  5 buah 2.
d. tidak mengandung 2  dan  3.

Pertemuan Ke-6

BAB III   PRINSIP INKLUSI DAN EKSKLUSI

Misalkan A dan B sembarang himpunan. Penjumlahan ½A½+½B½ menghitung banyaknya elemen A yang tidak terdapat dalam B dan banyaknya elemen B yang tidak terdapat dalam A tepat satu kali, dan banyaknya elemen yang terdapat dalam   A Ç B sebanyak dua kali. Oleh karena itu, pengurangan banyaknya elemen yang terdapat dalam A Ç B  dari ½A½+½B½ membuat banyaknya anggota A Ç B dihitung tepat satu kali. Dengan demikian,
½A È B½=  ½A½+½B½ - ½A Ç B½.
            Generalisasi dari hal tersebut bagi gabungan dari sejumlah himpunan dinamakan prinsip inklusi-eksklusi.
            Contoh 3.1.
            Dalam sebuah kelas terdapat 25 mahasiswa yang menyukai matematika diskrit, 13 mahasiswa menyukai aljabar linier dan 8 orang diantaranya menyukai matematika diskrit dan aljabar linier. Berapa mahasiswa terdapat dalam kelas tersebut ?
Jawab :
Misalkan A himpunan mahasiswa yang menyukai matematika diskrit dan B himpunan mahasiswa yang menyukai aljabar linier. Himpunan mahasiswa yang menyukai kedua mata kuliah tersebut dapat dinyatakan sebagai himpunan A Ç B. Banyaknya mahasiswa yang menyukai salah satu dari kedua mata kuliah tersebut atau keduanya dinyatakan dengan ½A È B½. Dengan demikian     ½A È B½ =  ½A½+½B½ - ½A Ç B½
                                                                         =  25 + 13 – 8
                                                                         =  30.
Jadi, terdapat 30 orang mahasiswa dalam kelas tersebut.                                   ð


Contoh 3.2.
            Berapa banyak bilangan bulat positif yang tidak melampaui 1000 yang habis dibagi oleh 7 atau 11 ?
Jawab :
Misalkan P himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7 dan Q himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 11. Dengan demikian P È Q adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7 atau habis dibagi 11, dan      P Ç Q  himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7 dan habis dibagi 11.
½P½ =
½Q½ =
½P Ç Q½ =
½P È Q½ =  ½P½ + ½Q½ -½P Ç Q½ = 142 + 90 – 12 = 220.
            Jadi, terdapat 220 bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7 atau habis dibagi 11. Ilustrasi dari penghitungan tesebut dapat dilihat pada diagram di bawah ini.


 





                                                                                                                                                     ð

Soal Latihan 3.1.
1.     Berapa banyak elemen yang terdapat dalam himpunan  A1 A2 jika terdapat 12 elemen dalam A1 dan  18 elemen dalam A2 ,  dan
a.        A1 Ç A2 = Æ
b.      ½A1 Ç A2½ = 6
c.      ½A1 Ç A2½ = 1
d.       A1 Í A2
2.  Pada sebuah sekolah tinggi terdapat 345 siswa yang mengambil mata kuliah kalkulus, 212 siswa mengambil kuliah matematika diskrit dan 188 siswa mengambil kedua mata kuliah tersebut. Berapa siswa yang mengambil kalkulus saja atau matematika diskrit saja ?

Jika A, B dan C adalah sembarang himpunan, maka
½A È B È C½ = ½A½ + ½B½ + ½C½ - ½A ÇB½ - ½A ÇC½-½B ÇC½ + ½A ÇB Ç C½

Contoh 3.3.
            Berapa banyak bilangan bulat positif yang tidak melampaui 1000 yang habis dibagi oleh 5, 7 atau 11 ?
Jawab :
Misalkan P himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5,  Q himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7, dan R himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 11. Dengan demikian P È Q È R  adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5 atau 7 atau 11, dan himpunan P Ç Q Ç R  adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5, 7 dan 11.  Himpunan P Ç Q adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5 dan 7,  P Ç R adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5 dan 11, dan Q Ç R adalah himpunan bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 7 dan 11.
½P½ =     ;          ½Q½ =       ;           ½R½ =
½P Ç Q½ =    ;      ½P Ç R½ =
½Q Ç R½ =
½P  Ç Q Ç R½ =
½P È Q È R½ =  200 + 142 + 90 – 28 – 18 – 12 + 2  = 376.

            Jadi, terdapat 376 bilangan bulat positif tidak melampaui 1000 yang habis dibagi 5, 7 atau habis dibagi 11. Ilustrasi dari penghitungan tesebut dapat dilihat pada diagram di bawah ini.



 







           
                                                                                                                                                     ð

Soal Latihan 3.2.
1. Berapa banyak elemen yang terdapat dalam himpunan  A1 È A2 È A3  jika terdapat 100 elemen dalam A1  , 1000 elemen dalam A2  dan  10000 elemen dalam A3 ,  dan jika
a.   A1 Í A2  dan   A2 Í A3  
b.  Terdapat dua elemen bersama pada setiap pasang himpunan dan satu elemen bersama dari setiap pasangan tiga himpunan.
2.     Tentukan banyaknya bilangan bulat positif tidak lebih dari 500 yang habis dibagi oleh 2, 5 dan 7.
3.     Seorang mahasiswa harus menjawab 8 dari 10 soal ujian Matematika Diskrit. Berapa banyak pilihan yang ia miliki jika paling sedikit ia harus menjawab 4 dari 5 soal pertama ?

            Formulasi prinsip inklusi eksklusi untuk himpunan hingga  A1 , A2 , A3 , ... , An , adalah sebagai berikut :
½A1 È A2 È ... È An ½    =  ½Ai½  - ½Ai Ç Aj½ +
                                        + ½Ai Ç Aj  Ç Ak½  -  .....  + 
                                        +  ( -1 )n+1 ½Ai Ç Aj  Ç ... Ç An½  .
           
Contoh 3.4.
Berdasarkan prinsip inklusi eksklusi, formula untuk menghitung banyaknya anggota himpunan hasil gabungan empat himpunan hingga.
½A1 È A2 È A3 È4½ = ½A1½+½A2½+½A3½+½A4½ - ½A1 Ç A2½ - ½A1 Ç A3½ +
-½A1 Ç A4½- ½A2 Ç A3½- ½A2 Ç A3½- ½A3 Ç A4½ +
+ ½A1 Ç A2 Ç A3½ + ½A1 Ç A2 Ç A4½ +
+ ½A1 Ç A3 Ç A4½ + ½A2 Ç A3 Ç A4½ +
- ½A1 Ç A2 Ç A3 Ç A4½ .



Soal Latihan 3.3.
1. Berapa banyak elemen yang terdapat dalam gabungan dari lima himpunan  jika setiap himpunan memiliki 10000 anggota, setiap pasang elemen memiliki 1000 elemen bersama, setiap pasangan tiga himpunan memiliki 100 elemen bersama, setiap empat himpunan memiliki 10 elemen bersama dan terdapat satu elemen bersama dari ke lima himpunan ?
2. Tuliskan formula inklusi eksklusi untuk menghitung banyaknya anggota gabungan enam himpunan dimana tidak ada tiga himpunan memiliki elemen bersama.
3. Tentukan banyaknya kombinasi 10 dari himpunan { 3.a, 5.b, 7.c }.




Pertemuan Ke-7

BAB IV   FUNGSI DISKRIT NUMERIK


4.1. FUNGSI NUMERIK

            Sebuah fungsi adalah sebuah relasi biner yang secara unik menugaskan kepada setiap anggota domain, satu dan hanya satu elemen kodomain. Fungsi diskrit numerik, atau singkatnya disebut fungsi numerik, adalah sebuah fungsi dengan himpunan bilangan cacah sebagai domain dan himpunan bilangan riil sebagai kodomainnya. Fungsi numerik ini menjadi pokok bahasan yang menarik karena sering digunakan dalam komputasi digital.
            Penyajian fungsi numerik pada prinsipnya bisa dilakukan dengan menuliskan daftar panjang harga-harganya, namun pada prakteknya dibutuhkan penyajian dalam bentuk yang tidak terlalu panjang. Contoh berikut menampilkan beberapa bentuk penyajian dari fungsi numerik.

Contoh 4.1.
an = 7n3 + 1 ,       n ³ 0.
bn =    ;    cn =
                                                                                                                                           ð

Contoh 4.2.

Seseorang menyimpan uang sejumlah  Rp. 10.000.000,- pada bank dengan tingkat bunga  10% per tahun. Pada akhir dari tahun pertama, jumlah uang orang tersebut bertambah menjadi Rp. 11.000.000,-. Pada akhir tahun ke-dua, jumlah uangnya menjadi 12.100.000,- demikian seterusnya. Jika ar menyatakan jumlah uang pada akhir tahun ke-r, maka fungsi a tersebut adalah            ar = 10.000.000 (1,1)r  , r ³ 0.
Berapa jumlah uang orang tersebut setelah 30 tahun ?                                      ð

4.2. MANIPULASI FUNGSI NUMERIK

            Jumlah dari dua fungsi numerik adalah sebuah fungsi numerik yang harganya pada n tertentu sama dengan jumlah harga-harga dari kedua fungsi numerik pada  n.

Contoh 4.3.
Jika diketahui   an = 2n , n ³ 0,    bn = 5 , n ³ 0    dan    cn = an + bn  ,
maka  cn = 2n + 5 , n ³ 0.                                                                                              ð

Hasil kali (produk) dari dua fungsi numerik adalah sebuah fungsi numerik yang harganya pada  n  tertentu sama dengan hasil kali harga-harga dari kedua fungsi numerik pada  n.

Contoh 4.4.
Jika diketahui   an = 2n , n ³ 0,    bn = 5 , n ³ 0    dan    dn = an . bn  ,
maka   dn = 5(2n) , n ³ 0.                                                                                               ð

Contoh 4.5.
Misalkan      pn = ,     qn =   .
Tentukan  tn = pn + qn  ,    dan   vn = pn . qn .
Jawab :
t =
vn =                                                                              ð

            Misalkan  an adalah sebuah fungsi numerik dan i  adalah sebuah integer positif. Kita gunakan Sia untuk menyatakan fungsi numerik yang nilainya 0 pada       n = 0,1,…, (i-1)   dan  nilainya sama dengan     a n-i    pada   n ³ i.
Sia =
Contoh 4.6.
Misalkan  bn = 2n , n ³ 0  dan  cn = S4b ,  maka   cn =                 ð

Misalkan  an adalah sebuah fungsi numerik dan i  adalah sebuah integer positif. Kita gunakan S-ia untuk menyatakan fungsi numerik yang nilainya sama dengan a n+i   pada  n ³ 0.
S-ia = a n+i   ,    n ³ 0

Contoh 4.7.
Misalkan  bn = 2n , n ³ 0  dan     dn = S-5 b  ,  maka     dn = 2n+5  ,  n ³ 0                ð

Beda maju (forward difference) dari sebuah fungsi numerik  an  adalah sebuah fungsi numerik yang dinyatakan dengan   Da , dimana harga  Da  pada n sama dengan harga    an+1 - an .
Da = an+1 - an  ,   n ³ 0.

Beda ke belakang (backward difference) dari sebuah fungsi numerik  an  adalah sebuah fungsi numerik dinyatakan dengan Ña , dimana harga Ña pada n = 0  sama dengan harga a0  dan  harga  Ña  pada n ³ 1 sama dengan  an - an-1 .

Ña  =  .

Contoh 4.8.
Misalkan  bn = 2n , n ³ 0  dan    en = Db,  maka     en = 2n ,  n ³ 0                           ð

Contoh 4.9.
Misalkan  bn = 2n , n ³ 0  dan    fn = Ñb,  maka     fn =                        ð



Soal Latihan 4.
1.     Diketahui  f1 = -2 ,  f2 = 4 , f3 = -8 , f4 = 10  dst. Tentukan  fn .
2.     Sebuah bola dijatuhkan dari ketinggian 15 meter. Bola tersebut selalu memantul dan mencapai ketinggian sepertiga dari ketinggian sebelumnya. Jika  ht menyatakan ketinggian yang dicapai bola setelah pantulan ke-t, tentukan fungsi ht tersebut.
3.     Diketahui fungsi numerik  pn = ,    
Tentukan :          a.  S2 a  dan   S-2 a.
                             b.  Ña   dan  Da .

Pertemuan Ke-8

BAB V    RELASI REKURENSI LINIER BERKOEFISIEN KONSTAN


            Sebuah relasi rekurensi linier berkoefisien konstan dari sebuah fungsi numerik  a, secara umum ditulis sebagai berikut

C0 an + C1 an-1 + C2 an-2 + … + Ck an-k = f(n)

dimana  Ci , untuk i = 0,1,2,…,k  adalah konstan  dan f(n) adalah sebuah fungsi numerik dengan variabel  n.
            Relasi rekurensi tersebut dikatakan relasi rekurensi linier berderajat  k , jika C0  dan Ck  keduanya tidak bernilai 0 (nol).

Contoh 5.1.
2 an + 2 an-1 = 3n       adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat  1
tn = 7 tn-1                     adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat  1
an – an-1 – an-2 = 0     adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat  2
bn-3 – 3bn = n+3        adalah sebuah relasi rekurensi linier berderajat  3            ð
                                                                                                                                             
            Untuk sebuah relasi rekurensi dengan koefisien konstan derajat  k, jika diberikan  k  buah harga  aj   yang berurutan   am-k , am-k+1 , … , am-1   untuk suatu nilai   m  tertentu, maka setiap nilai  am  yang lain dapat dicari dengan rumus
am =   ( C1 am-1 + C2 am-2 + … + Ck am-k -  f(m) )
dan selanjutnya, harga  am+1  juga dapat dicari dengan cara
am+1 =   ( C1 am + C2 am-1 + … + Ck am-k+1 -  f(m+1) )
demikian pula untuk nilai  am+2 , am+3  dan seterusnya. Di lain pihak, harga  am-k-1  dapat pula dihitung dengan
am-k-1 =   ( C1 am-1 + C2 am-2 + … + Ck-1 am-k -  f(m-1) )

dan  am-k-2   dapat dicari dengan
am-k-2 =   ( C1 am-2 + C2 am-3 + … + Ck-1 am-k-1 -  f(m-2) ).
Harga am-k-3 dan seterusnya dapat dicari dengan cara yang sama. Jadi, untuk sebuah relasi rekurensi linier berkoefisien konstan derajat  k  , bila harga k  buah  aj yang berurutan diketahui, maka harga  aj yang lainnya dapat ditentukan secara unik. Dengan kata lain, k  buah  harga aj yang diberikan merupakan himpunan syarat batas (kondisi batas) yang harus dipenuhi oleh relasi rekurensi tersebut untuk dpat memperoleh harga yang unik.

 

5.1. SOLUSI DARI RELASI REKURENSI

            Seperti telah disebutkan pada bagian sebelumnya, sebuah relasi rekurensi linier berkoefisien konstan dapat dinyatakan dalam bentuk  C0 an + C1 an-1 + … + Ck an-k = f(n). Bila nilai  f(n) = 0, maka diperoleh relasi rekurensi yang memenuhi
C0 an + C1 an-1 + C2 an-2 + … + Ck an-k = 0.
Relasi rekurensi demikian disebut dengan relasi rekurensi homogen dan solusi dari relasi rekurensi homogen ini dinamakan solusi homogen atau jawab homogen.
            Dalam usaha mencari solusi dari sebuah relasi rekurensi perlu dicari dua macam solusi, yaitu :
1.    Solusi homogen (jawab homogen) yang diperoleh dari relasi rekurensi linier dengan mengambil harga f(n) = 0.
2.    Solusi khusus/partikuler (jawab khusus) yang memenuhi relasi rekurensi sebenarnya.

Solusi total atau jawab keseluruhan dari sebuah relasi rekurensi adalah jumlah dari solusi homogen dan solusi partikuler.  Misalkan  an(h) = (a0(h), a1(h), … )  adalah solusi homogen yang diperoleh dan   misalkan  an(p) = (a0(p), a1(p), … ) adalah solusi partikuler yang diperoleh, maka solusi total dari relasi rekurensi yang dimaksud adalah   
an = a(h) + a(p)


Soal Latihan 5.1.
1.  Tentukan  lima nilai pertama dari  an = an-1 + 3 an-2 jika diketahui a0 = 1 dan a1 = 2.
2.  Misalkan {an} sebuah barisan bilangan yang memenuhi relasi rekurensi
an = an-1 – an-2  untuk n = 2, 3, 4,...  dimana a0 = 3 dan a1 = 5. Tentukan  a2 dan a3 .
3. Diketahui  gn = gn-1 + 2 gn-2  dimana   g6 = 11  dan  g4 = 3. Tentukan  g7 dan g9 .
4. Tentukan relasi rekurensi untuk menghitung jumlah langkah yang diperlukan untuk memindahkan  n  cakram pada permainan menara Hanoi.
5. Sebuah bola dijatuhkan dari ketinggian 15 meter. Bola tersebut selalu memantul dan mencapai ketinggian sepertiga dari ketinggian sebelumnya. Nyatakan relasi rekurensi untuk menghitung tinggi bola pada pantulan ke t.




Pertemuan Ke-9

 

5.2. SOLUSI HOMOGEN DARI RELASI REKURENSI

            Solusi homogen dari sebuah relasi rekurensi linier dapat dicari dengan mengambil harga  f(n)=0. Solusi homogen dari sebuah persamaan diferensial linier dengan koefisien konstan dinyatakan dalam bentuk  Aan , dimana  a  adalah akar karakteristik  dan  A  adalah konstanta yang harganya akan ditentukan kemudian untuk memenuhi syarat batas yang diberikan. Dengan substitusi bentuk Aan  kepada  an   pada persamaan homogen    C0 an + C1 an-1 + C2 an-2 + … + Ck an-k = 0 , maka diperoleh
C0 Aan   + C1 Aan-1 + C2 Aan-2 + … + Ck Aan-k = 0.
Dengan penyederhanaan pada persamaan tersebut, maka diperoleh
C0 an   + C1 an-1 + C2 an-2 + … + Ck an-k = 0
Persamaan ini merupakan persamaan karakteristik dari persamaan diferensial yang diberikan.  Jika,  bila   adalah akar karakteristik dari persamaan karakteristik ini, maka Aan akan memenuhi persamaan homogen. Jadi, solusi homogen yang dicari akan berbentuk Aan.
            Bila persamaan karakteristik memiliki sebanyak  k   akar karakteristik berbeda   (a1 ¹ a2 ¹¹ ak) , maka solusi homogen dari relasi rekurensi yang dimaksud dinyatakan dalam bentuk
an(h) = A1 a1n + A2 a2n + … + Ak akn
dimana  ai  adalah akar karakteristik dari persamaan karakeristik yang diperoleh, sedangkan  Ai  adalah konstanta yang akan dicari untuk memenuhi kondisi batas yang ditentukan.

 

Tentukan solusi homogen dari relasi rekurensi     bn + bn-1 – 6 bn-2 = 0  dengan kondisi batas b0 = 0 , b1 = 1 .
Penyelesaian :
Relasi rekurensi tersebut adalah relasi rekurensi homogen, karena f(n)=0.
Persamaan karakteristik dari relasi rekurensi     bn + bn-1 – 6 bn-2 = 0
adalah                        a2  +  a  - 6 = 0           atau                (a + 3) ( a - 2) = 0
hingga diperoleh akar-akar karakteristik   a1 = -3   dan   a2 = 2.
Oleh karena akar-akar karakteristiknya berbeda, maka solusi homogennya berbentuk   bn(h)  = A1 a1n  +  A2 a2n              Þ        bn(h)  = A1 (-3)n  +  A2 . 2n.
Dengan kondisi batas   b0 = 0   dan    b1 = 1 ,    maka
                        b0(h)  = A1 (-3)0  +  A2 . 20        Þ        0  = A1 +  A2 .
                        b1(h)  = A1 (-3)1  +  A2 . 21        Þ        1  =  -3 A1 +  2 A2 .
bila diselesaikan maka akan diperoleh harga  A1 = (-1/5)  dan  A2 = 1/5 , sehingga jawab homogen dari relasi rekurensi    bn + bn-1 – 6 bn-2 = 0  adalah
                                        bn(h)  = (-3)n  +   .  2n                                                     ð
           
Jika akar karakteristik  a1  dari persamaan karakteristik merupakan akar ganda yang berulang sebanyak  m  kali, maka bentuk solusi homogen yang sesuai untuk akar ganda tersebut adalah
(A1 . nm-1 + A2 . nm-2 + … + Am-2 n2 + Am-1 . m + Am ) a1n
dimana   Ai  adalah konstanta yang nantinya akan ditentukan untuk memenuhi kondisi batas yang ditentukan.

Tentukan solusi dari relasi rekurensi     an + 4 an-1 + 4 an-2 = 2n .
Penyelesaian :
Relasi rekurensi homogen :                      an + 4 an-1 + 4 an-2 =0.
Persamaan karakteristiknya adalah         a2  +  4 a  + 4 = 0
                                                                                    (a + 2) ( a + 2) = 0
hingga diperoleh akar-akar karakteristik   a1 =  a2 = -2 ,  m = 2,
Oleh karena akar-akar karakteristiknya ganda,
maka solusi homogennya berbentuk      an(h)  = (A1 nm-1 + A2 nm-2) a1n  ,
                                                  an(h)  = (A1 n + A2 ) (-2)n                                                ð


Contoh 5.4.
Tentukan solusi homogen dari relasi rekurensi
4 an - 20 an-1 + 17 an-2 – 4 an-3 = 0.
Penyelesaian :
Persamaan karakteristiknya :        4 a3  - 20 a2 + 17 a  - 4 = 0
akar-akar karakteristiknya               ½ , ½  dan   4
solusi homogennya berbentuk    an(h)  = (A1 n + A2 ) (½)n + A3 . 4n                       ð

Soal Latihan 5.2.
1.     Tentukan akar karakteristik dari relasi rekurensi   an = 6 an-1 .
2.     Tentukan akar karakteristik dari relasi rekurensi   an = an-1 + 3 an-2 .
3.     Tentukan solusi homogen dari relasi rekurensi berikut :
a.      an – 7 an-1 + 10 an-2 = 0  dengan syarat batas  a0 = 0   dan  a1 = 3.
b.      an – 4 an-1 + 4 an-2 = 0  dengan syarat batas  a0 = 1   dan  a1 = 6.
c.      an + 6 an-1 + 9 an-2 = 3  dengan syarat batas  a0 = 1   dan  a1 = 1.
d.      an - 2 an-1 + 2 an-2 – an-3 = 0  dengan   a0 = 1,  a1 = 1 dan a2 = 1 .
4.     Diketahui  a0 = 0 , a1 = 1 , a2 = 4 , a3 = 12   memenuhi relasi rekurensi 
       ar + C1 ar-1  + C2  ar-2 = 0.  Tentukan fungsi  ar .


Pertemuan Ke-10

 

5.3. SOLUSI KHUSUS DARI RELASI REKURENSI

                        Pada dasarnya tidak ada satu metode yang dapat menentukan solusi khusus dari sebuah relasi rekurensi linier yang tidak homogen. Untuk menentukan solusi khusus dari sebuah relasi rekurensi linier dengan  f(n) ¹ 0, akan diberikan beberapa model solusi yang disesuaikan dengan bentuk  f(n). Model yang sering digunakan adalah model polinomial atau model eksponensial.

1.    Secara umum, jika  f(n)  berbentuk polinomial derajat  t  dalam  n  :
F1 nt + F2 nt-1  + … +  Ft n  + Ft+1   ,
maka bentuk dari solusi khusus yang sesuai adalah :
 P1 nt + P2 nt-1  + … +  Pt n  + Pt+1   
2.    Jika  f(n)  berbentuk  bn  dan  b  bukan akar karakteristik dari persamaan homogen, maka jawab khusus berbentuk
P bn
3. Jika  f(n) berbentuk  (F1.nt + F2.nt-1 +…+ Ft.n + Ft+1 ).bn  dan b bukan akar karakteristik dari persamaan homogen, maka bentuk dari solusi khusus yang sesuai adalah :
 (P1 nt + P2 nt-1  + … +  Pt n  + Pt+1  ) bn
4. Jika  f(n)  berbentuk  (F1.nt + F2.nt-1 +…+ Ft.n + Ft+1 ).bn  dan b  akar karakteristik yang berulang sebanyak  (m-1)  kali, maka bentuk dari solusi khusus yang sesuai adalah :
nm-1. (P1 nt + P2 nt-1  + … +  Pt n  + Pt+1  ) bn


Contoh 5.5.
            Diketahui  ar – 7 ar-1 + 10 ar-2 = 3r . Tentukan solusi khusus dari ar.
            Penyelesaian :
Diketahui  f(r) = 3r .
Oleh karena bentuk dari f(r) tersebut adalah br dan b = 3 bukan akar karakteristik, maka solusi khusus dari relasi rekurensi tersebut berbentuk  P3r.
ar = P 3r.


Soal Latihan 5.3.
1. Tentukan solusi khusus dari relasi rekurensi berikut :
a.  ar + 5 ar-1 + 6 ar-2 = 3 r2 – 2r + 1.
b.  ar – 5 ar-1 + 6 ar-2 = 1.
c.  ar – 4 ar-1 + 4 ar-2 = (r + 1) 2r .
2. Tentukan solusi total dari relasi rekurensi :
a.   ar – 7 ar-1 + 10 ar-2 = 3r   dengan  a0 = 0  dan a1 = 1 .
b.   ar + 6 ar-1 + 9 ar-2 = 3   dengan  a0 = 0  dan a1 = 1 .
3. Tentukan solusi total dari relasi rekurensi :
a.   ar – 7 ar-1 + 10 ar-2 = 3r   dengan  a0 = 0  dan a1 = 1 .
b.   ar + 6 ar-1 + 9 ar-2 = 3   dengan  a0 = 0  dan a1 = 1 .



Pertemuan Ke-11

BAB  VI   FUNGSI PEMBANGKIT


Fungsi pembangkit (generating function) dari sebuah fungsi numerik        
an=(a0, a1, a2,… , ar, … )
adalah sebuah deret tak hingga
A(z) = a0 + a1 z + a2 z2 + a3 z3 + … + an zn + … .
Pada deret tersebut, pangkat dari variabel  z  merupakan indikator sedemikian hingga koefisien dari  zn  adalah harga fungsi numerik pada  n. Untuk sebuah fungsi numerik  an  digunakan  nama  A(z)  untuk menyatakan fungsi pembangkitnya.

Contoh 6.1.
Diketahui fungsi numerik  gn =  3n , n ³ 0. Fungsi numerik tersebut dapat pula ditulis sebagai   gn = (1, 3, 32, 33, … ).
Fungsi pembangkit dari fungsi numerik  gn  tersebut adalah  
G(z) = 1 + 3 z + 32 z2 + 33 z3 + … 3n zn + …
yang dalam bentuk tertutup dapat ditulis sebagai   G(z) =                           ð
           
Jika fungsi numerik  c  merupakan jumlah dari fungsi numerik a dan b, maka fungsi pembangkit dari fungsi numerik c tersebut adalah  C(z) = A(z) + B(z), dimana  A(z) merupakan fungsi pembangkit dari  fungsi numerik a  dan  B(z) adalah fungsi pembangkit dari fungsi numerik  b.

Contoh 6.2.
Diketahui fungsi numerik  gn = 3n , n ³ 0  dan  fungsi numerik hn = 2n, n ³ 0. 
Jika  jn = gn + hn  , maka  J(z) =  +   yang dapat pula ditulis sebagai     J(z) =                                                                                                                                             ð

Contoh 6.3.
Diketahui fungsi pembangkit dari fungsi numerik  a  adalah A(z) =  . Fungsi pembangkit tersebut dapat ditulis sebagai A(z) =  +  . Dengan demikian diperoleh fungsi numerik  an :
an = 2n + (-2)n , n ³ 0
atau dapat ditulis sebagai
                                                         an =                                                            ð

Jika A(z) merupakan fungsi pembangkit dari fungsi numerik an, maka  ziA(z)  adalah fungsi pembangkit dari  Sia ,  untuk i  bilangan bulat positif.

Contoh 6.4.
Diketahui fungsi numerik  gn =  3n , n ³ 0. 
Fungsi pembangkit dari   bn =  S6g  adalah  B(z) = z6 () 
yang dapat pula ditulis sebagai   B(z) =                                                          ð

Jika  A(z)  merupakan fungsi pembangkit dari  fungsi numerik  an, maka  z-i (A(z) – a0 – a1 z – a2 z2 - … - ai - 1 zi -1 )  adalah fungsi pembangkit dari  S-i a ,  untuk i  bilangan bulat positif.

Contoh 6.5.
Diketahui fungsi numerik  gn =  3n , n ³ 0. 
Fungsi pembangkit dari   cn =  S-4g  adalah 
C(z) = z-4 (G(z) – g0 – g1 z – g2 z2 – g3 z3 )
C(z) = z-4 ( - 1 – 3 z – 32 z2 – 33 z3 )                                                                    ð

           
Jika  A(z)  merupakan fungsi pembangkit dari  fungsi numerik  an dan fungsi numerik  bn = Da,  maka   B(z) =   (A(z) – a0) – A(z).
 
Contoh 6.6.
Diketahui fungsi numerik  gn =  3n , n ³ 0. 
Fungsi pembangkit dari   dn =  Dg  adalah 
D(z) =  (G(z) – g0) – G(z).
D(z) =  ( - 1) –                                                                                           ð

Jika  A(z)  merupakan fungsi pembangkit dari  fungsi numerik  an dan fungsi numerik  cn = Ña,  maka   C(z) =  A(z) – z. A(z).

Contoh 6.7.
Diketahui fungsi numerik  gn =  3n , n ³ 0. 
Fungsi pembangkit dari   en =  Ñg  adalah 
                                    E(z) = G(z) – z. G(z) =  
                                    E(z) =                                                                                  ð
Soal Latihan 6.
1.   Tentukan fungsi pembangkit dari    ar = 2 + 3 r+1 .
2.   Tentukan fungsi pembangkit dari fungsi    ar =
3.    Tentukan fungsi numerik dari fungsi pembangkit
a.            A(z)  = 
b.            B(z)  = 
c.             C(z)  = 

DAFTAR PUSTAKA


[1]   Liu,  C. L., "Elements of Discrete Mathematics", New York : McGraw Hill, 1986.
[2]   Rossen, Kenneth H., "Discrete Mathematics and It's Applications", Edisi Ke-3, New York : McGraw Hill, 1995.
[3]   Suryadi H. S., "Pengantar Struktur Diskrit", Jakarta : Universitas Gunadarma, 1994.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar